Search
Close this search box.
Search
Close this search box.

Sri Mulyani dari Washington: Dunia Dalam Bahaya

Triya Ayu

Bagikan

Sri Mulyani dari Washington: Dunia Dalam Bahaya

Triya Ayu

Bagikan

Sri Mulyani (1)
Menkeu Sri Mulyani menyebut situasi ekonomi menjadi lebih menantang. Bahkan, ia mengatakan dunia dalam keadaan bahaya. (REUTERS/Evelyn Hockstein).
Jakarta, Retensi.id dan gubernur bank sentral negara anggota G20 diminta kompak dalam menghadapi kondisi ekonomi. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan .

Sri Mulyani menyampaikan hal tersebut saat memberikan kata sambutan dalam acara 4th Finance Ministers and Central Bank Governor (FMCBG) Meeting‘ di Washington D.C., AS, Rabu (12/10), waktu setempat.

Menteri Keuangan tersebut sangat mempercayai bahwa G20 adalah sebuah harapan yang dapat membantu dunia menavigasi gelombang krisis yang sedang dihadapi.

Dampak buruk pada ekonomi global terjadi karena perang Rusia-Ukraina. Ketegangan geopolitik mengakibatkan kenaikan harga energi, pangan, hingga pupuk.

Imbasnya, inflasi di sejumlah negara juga melambung. Untuk mengantisipasi hal tersebut kebijakan moneter dengan meningkatkan suku bunga acuan diketatkan oleh beberapa bank sentral.

Di sisi lain, hal tersebut juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Bahkan, sebagian negara terancam terperosok ke jurang resesi.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa sedang bertemu kembali di saat situasi ekonomi global menjadi lebih menantang dan dunia dalam keadaan bahaya.

Penekanan Sri Mulyani yaitu tidak bisa diselesaikannya oleh satu atau sekelompok negara saja terkait tantangan ekonomi global tersebut. Melainkan perlu diselesaikan secara kolektif dari kelompok negara-negara berkembang, menengah, dan maju.

Ani sapaan akrabnya, mengungkapkan dengan optimis bahwa G20 bisa menyelesaikan permasalahan. Hal ini dengan bercermin dari keberhasilan G20 dalam merespons krisis keuangan global kala dihantam pandemi covid-19.

Ani mengakui tidaklah mudah menyatukan negara-negara G20, sebab setiap negara punya pandangan  masing-masing.

Namun, Ani meyakini bahwa perbedaan dapat menciptakan solusi inklusif terbaik untuk seluruh dunia.

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dan sejumlah lembaga internasional memproyeksi resesi global akan terjadi pada 2023 mendatang.

Sinyal resesi muncul seiring dengan kebijakan moneter ketat bank sentral di sejumlah negara. Bank-bank sentral ini terus mengerek suku bunganya demi menekan inflasi.

IMF memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 3,2 persen pada tahun ini atau turun nyaris separuh dari capaian tahun lalu sebesar 6,1 persen. Sementara tahun depan, diperkirakan hanya 2,9 persen.

Baca berita RetensiID lainnya di: Google News RETENSI.ID