Jakarta, Retensi.id – Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur bahwa importir pakaian bekas terancam sanksi pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda 5 M.
Pasal 47 dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 menyebutkan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Impor barang bekas hanya bisa dilakukan dalam hal tertentu, yang ditetapkan oleh menteri.
Pasal 111 UU tersebut mengungkapkan sanksinya. “Setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
Deputi Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba meminta pihak e-commerce untuk melakukan sosialisasi terkait aturan tersebut kepada para pedagang pakaian bekas impor. Hanung berharap bahwa sanksi bisa dikenakan ke para importir, bukan UMKM yang menjual.
Bagi para penjual produk yang melanggar hukum, terdapat aturan sanksi masing-masing dari setiap e-commerce.
Wakil Ketua Indonesian E-Commerce Association (IdEA) Budi Primawan mengungkapkan apabila penjual di e-commerce telah bersepakat untuk tidak menjual produk yang melanggar hukum. Jika melanggar, maka akan dikenakan sanksi.
Sebagai tahapan awal, tautan-tautan yang berisi penjualan pakaian bekas impor akan di-take down oleh e-commerce. Jika tetap melakukan penjualan tersebut, maka akan di-blacklist hingga ke NIK sehingga tidak dapat lagi berjualan di e-commerce.
Alasan Penertiban Aturan
Kegiatan thrifting atau penjualan pakaian bekas impor menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir ini. Pasalnya, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi) penjualan pakaian bekas impor tersebut dapat mengganggu industri tekstil di dalam negeri.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersama Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Selasa (14/3) melakukan koordinasi penindakan terhadap praktik penjualan pakaian bekas impor.