Jakarta, Retensi.id – Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Ova Emilia mengklaim bahwa siap bertanggungjawab atas tagihan ganti rugi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akibat kegagalan PT BPR Tripilar Arthajaya.
Ova merupakan jajaran mantan pengurus dan pemegang saham suatu bank kecil yang berlokasi di Yogyakarta.
Ova mengungkapkan bahwa sejak tahun 2006 telah melangsungkan urusan bisnis keluarganya itu dan masih berproses hingga saat ini. Apapun keputusan MA dalam gugatan perdata akan dipertanggungjawabkan oleh pihaknyaa.
Melalui pengajuan eksekusi ke Pengadilan Negeri Yogyakarta, LPS menyampaikan besar pembayaran kerugian yaitu Rp29 miliar. Hal tersebut ditujukan untuk mantan pengurus dan pemegang saham BPR, yaitu Bambang Wahyudi, Djungtjik Arsan, dan Ova Emilia.
Ketiga pihak tersebut merupakan mantan direktur, komisaris, dan pemegang saham pengendali BPR Tripilar. Sedangkan Abdul Nasir alias Jang Keun Won selaku pihak terkait.
Nama-nama di atas selaku pihak tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan membayar ganti rugi yang diderita LPS selaku penggugat.
Pada 1 Agustus 2018 telah diputus perkara nomor 190/Pdt.G/2017/PN Yyk, dan pada 20 September 2019 diunggah ke direktori putusan Mahkamah Agung.
Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta yaitu, “Dalam pokok perkara: mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan tergugat I, tergugat II, tergugat III, dan tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan hukum, menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi yang diderita sebesar Rp.29.137.542.200,00.”
Direktur Eksekutif Hukum LPS Ary Zulfikar memberikan keterangan resmi yang menyatakan bahwa pengurus bank dan pemegang saham yang nakal akan dihadapkan dengan tindakan hukum yang pantas. Tugas dan fungsi pengurus dan pemegang saham sebaiknya harus berprinsip hati-hati atau prudential banking dan melaksanakan tata kelola yang baik.
Sidang aanmaning (teguran) terhadap mantan Pengurus dan Pemegang Saham BPR Tripilar serta pihak terkait akan dilakukan oleh PN Yogyakarta berdasar permohonan eksekusi. Seluruh pihak akan diberi peringatan agar dapat melaksanakan isi putusan secara sukarela.
Jika para tergugat tidak bersikap kooperatif, maka pengajuan permohonan sita eksekusi atas aset-aset milik pihak-pihak tergugat akan dilakukan oleh LPS.
Permohonan eksekusi itu sebagai bentuk keseriusan dan ketegasan upaya hukum yang dilakukan oleh LPS dalam rangka melaksanakan pengejaran terhadap aset pengurus dan pemegang saham penyebab bank gagal.
Permohonan eksekusi putusan perkara terhadap beberapa mantan pengurus juga telah diajukan oleh LPS. Diantaranya yaitu mantan pengurus BPR Kudamas Sentosa ke Pengadilan Negeri Surabaya, mantan pengurus BPRS Al-Hidayah ke Pengadilan Agama Bangil, dan mantan pengurus BPR Efita ke Pengadilan Negeri Depok.
Sebelumnya, LPS telah melakukan pengajuan gugatan kepada mantan pengurus dan/atau pemegang saham yang menyebabkan bank gagal dan dicabut izin usaha tersebut. Gugatan diajukan untuk memperoleh pengembalian (recovery) aset bank gagal akibat terjadinya fraud.
Adapun gugatan telah diajukan LPS, antara lain terhadap mantan pengurus PT BPR Tripanca Setiadana di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, mantan pengurus dan pemegang saham BPR Citraloka Danamandiri di Pengadilan Negeri Bandung, serta mantan pengurus dan pemegang saham BPR Tripilar Arthajaya, dan pihak terkait di PN Yogyakarta.
Ada pula gugatan kepada mantan pengurus BPR Multi Artha Mas Sejahtera di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, mantan pengurus BPR Kudamas Sentosa di Pengadilan Negeri Surabaya, mantan pengurus BPRS Al Hidayah di Pengadilan Agama Bangil, serta mantan pengurus BPR Efita di Pengadilan Negeri Depok.