Jakarta, Retensi.id – Pajak progresif dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas (BBN 2) diizinkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk dihapus. Hal itu bertujuan agar pendapatan asli daerah dapat meningkat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuda Kemendagri Agus Fatoni mengungkapkan bahwa berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, maka izin diberikan dan kewenangan penghapusan berada di daerah.
Selain itu, dalam UU HKPD, penyerahan kedua kendaraan juga sudah tidak dikenal. Artinya, bebas atau tidak ada tarif untuk BBN 2 sesuai Pasal 12 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2022. Objek Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) hanya untuk penyerahan pertama atas kendaraan bermotor.
Sebagai informasi, Tim Pembina Samsat Nasional terdiri dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Korps LaluLintas (Korlantas) Polri, dan PT Jasa Raharja. Tim telah mengkaji penghapusan Pajak Progresif dan BBN 2 sebelum pemberian izin.
Pengkajian tersebut menghasilkan bahwa dampak tidak terlalu signifikan terhadap pendapatan daerah akan terjadi jika BBN 2 dihapus. Hal ini lantaran tarifnya hanya 1% dari Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB).
Fathoni menyampaikan walaupun begitu balik nama terhadap kendaraan bekas tidak segera dilakukan oleh banyak masyarakat. Sehingga Pemda juga tidak mendapatkan pendapatan dari BBN 2 dan data kepemilikan kendaraan bermotor juga tidak akurat, karena sudah berpindah tangan tapi tidak terdata.
Penghapusan BBN 2 memberikan kemudahan kepada masyarakat yang mengurus administrasi balik nama kendaraan yang telah membeli kendaraan bermotor dari pihak lain.
Maka penghapusan penting dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan BBN 2 guna mendapatkan data potensi kendaraan bermotor yang akturat.
Fatoni berharap penghapusan pajak progresif akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut dikarenakan masyarakat yang mempunyai kendaraan lebih dari satu biasanya cenderung tidak mendaftarkan kepemilikan tersebut atas namanya, tapi menggunakan nama/ KTP orang lain (untuk menghindari pajak progresif) sehingga pemda tidak mendapatkan hasil dari pajak progresif.
Selain itu, data regident kendaraan bermotor juga menjadi tidak akurat sehingga berpengaruh terhadap pendataan jumlah potensi data kendaraan bermotor.