Jakarta, Retensi.id – Israel melakukan blokade terhadap Gaza sejak tahun 2007 atau sudah selama 15 tahun. Warga Gaza berada di wilayah yang disebut sebagai “penjara terbuka terbesar di dunia” selama belasan tahun.
Masyarakat Gaza yang selama ini hidup dalam pembatasan parah dan menyebabkan kerusakan seluruh lini aspek kehidupan, maka disebut sebagai “penjara terbuka terbesar di dunia”.
Israel melakukan otoritas pembatasan masuk dan keluarnya barang-barang, bahan bakar, hingga suku cadang mesin terhadap Gaza.
Jika perbatasannya juga ditutup oleh Mesir, maka secara efektif Gaza telah tersegel dari dunia luar.
Berdasarkan laporan Lembaga Hak Asasi Manusia Dunia, blokade telah menyebabkan warga Gaza kehilangan akses berbagai layanan dasar dan menghancurkan perekonomian. Terdapat 80 persen penduduk yang bergantung pada bantuan kemanusiaan dari masyarakat internasional.
Kehancuran ekonomi dan jatuhnya korban jiwa bukanlah menjadi akibat utama, namun juga terhadap psikis warga Palestina, terutama anak-anak Palestina yang bermukim di Gaza.
Kesehatan Mental Anak-Anak Palestina
Berbagai macam kekerasan yang dilakukan oleh Israel, telah disaksikan oleh anak-anak Palestina sejak lahir. Saat ini mereka diklaim mengalami berbagai permasalahan kesehatan mental.
Salah satu lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang anak, menghasilkan penelitian bahwa akibat blokade Israel, sejumlah anak di Gaza yang mengalami depresi.
Selama 15 tahun, terdapat 80 persen dari jumlah anak-anak di Gaza atau 47 persen dari keseluruhan penduduk Gaza terganggu mentalnya. Persentase tersebut mencapai sejumlah 800.000 anak.
Sejak laporan pertama kali dibuat empat tahun lalu, kesehatan mental anak-anak, remaja, dan pengasuh telah memburuk secara drastis dari 55 menjadi 80 persen.
Akibat blokade Israel, gangguan mental yang dialami anak-anak di Gaza yaitu depresi, sedih, dan takut yang berlebih. Bahkan, tekanan psikis tersebut dialami oleh empat dari lima anak di Jalur Gaza.
Bahkan berdasarkan hasil penelitian, juga diungkapkan bahwa lebih dari separuh anak-anak Gaza pernah berpikir untuk bunuh diri. Sedangkan, akibat depresi, tiga dari lima anak lainnya pernah melukai diri sendiri.
Banyak anak di Gaza mengalami kesulitan berbicara atau menyelesaikan tugas-tugas dasar, komunikasi, dan trauma berkepanjangan akibat krisis kesehatan mental ini. Hal ini disampaikan oleh Jason Lee, Direktur lembaga penelitian ini yang dikutip dari laman Al Jazeera.